PatiToday.com, Pati Kota-Bupati Pati, Sudewo, memimpin rapat lanjutan terkait intensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Tahun 2025 di Pendopo Kabupaten Pati, Jumat (23/5).
Rapat ini dihadiri oleh Wakil Bupati Pati, Kepala BPKAD, Kepala DPUTR Kabupaten Pati, para camat, anggota PASOPATI (Paguyuban Kepala Desa se-Kabupaten Pati), dan perwakilan kepala desa.
Dalam pertemuan tersebut, Sudewo menegaskan bahwa seluruh unsur pemerintahan di tingkat bawah, termasuk camat dan kepala desa, telah menerima dan memahami kebijakan penyesuaian tarif PBB-P2 ini.
“Tidak ada dinamika. Alhamdulillah sudah clear dan semua bisa menerima. Kepala desa juga sudah koordinasi dengan perangkat, semuanya sudah disosialisasikan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa jika masyarakat menemukan data pajak yang terlihat naik sangat tinggi melalui tautan daring (link) pembayaran, itu disebabkan data sebelumnya yang belum diperbarui sepenuhnya.
“Itu memang sudah terlanjur seperti itu, dan sekarang sedang proses cetak ulang yang direvisi. Tetapi yang akurat adalah kebijakan yang sekarang. Semuanya 250 persen, kecuali yang sudah ada penyesuaian sebelumnya karena transaksi jual beli,” terang Sudewo.
Bupati juga menanggapi kritik masyarakat yang mempertanyakan urgensi penarikan pajak.
Ia menjelaskan bahwa dana negara yang dikelola olehnya dimanfaatkan langsung untuk membangun berbagai fasilitas umum. “Kalau ada yang nanya uang negara untuk apa kok masih narik pajak, tanyanya jangan ke saya, tanya ke pemerintah sebelumnya. Kalau saya, saya gunakan untuk membangun jembatan, jalan, renovasi masjid, perbaikan RSUD, renovasi GOR,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pembangunan di Pati bersifat berkelanjutan dan tidak bisa berhenti hanya pada tahun 2025.
“Pembangunan itu terus-menerus, 2026 dan seterusnya. Uang dari pusat tidak cukup. Yang membangun Kabupaten Pati adalah orang Pati sendiri. Pemerintah pusat hanya membantu. Kalau kita sendiri tidak ikut berpartisipasi, berarti kita tidak bertanggung jawab pada pembangunan daerah kita sendiri,” katanya.
Sudewo juga mengungkapkan bahwa selama 14 tahun terakhir tidak pernah ada penyesuaian tarif PBB.
“Pemimpin mana pun pasti ingin meningkatkan pendapatan daerah. Kalau ditanya kenapa tidak bertahap, ya bertahapnya harusnya dari dulu, dari 2011. Karena tidak dilakukan, sekarang dampaknya besar,” ujarnya.
Namun demikian, Sudewo menegaskan bahwa dirinya tidak saklek menjalankan hitungan Perda Nomor 1 Tahun 2024 yang bisa memicu kenaikan hingga ribuan persen. “Saya tidak menaikkan sebanyak itu. Justru saya ini bijaksana,” tutupnya. (Red)